Menu

Dark Mode
Ketika Istana Negara Tenggelam Lolos Dramatis, Persekota Dapat Suntikan Semangat dari Serena Francis Perserond Akhiri Perjuangan di ETMC XXXIV dengan Kepala Tegak KIPP Indonesia Tetapkan Dewan Presidium Nasional dan Majelis Nasional Periode 2025-2030 AJI Desak Media Massa Tidak Diskriminatif terhadap Minoritas Gender dan Seksual di Lombok PSK Kabupaten Kupang Tundukkan Perserond Rote Ndao 2–0 di ETMC XXXIV Ende

LINGKUNGAN dan KEBENCANAAN

Gelar Aksi di Jembatan Barito. WALHI Kalsel dan WALHI Kalteng Serukan Hentikan Deforestasi Tambang Batubara

badge-check

Press Release, WALHI Kalimantan Tengah dan WALHI Kalimantan Selatan

Banjarbaru – Palangkaraya, 5 Juni 2025 – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah gelar aksi memperingati hari lingkungan hidup sedunia di Jembatan Barito, Kalimantan Selatan pada Minggu, (1/6).

Aksi tersebut dilakukan untuk merefleksikan kembali upaya pemerintah dalam mengurangi dampak perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca. Saat ini sumber energi Indonesia masih bergantung pada fosil dan sumber daya alam ekstraktif. Ini membuat kita menjadi semakin dekat dengan krisis iklim dan krisis ekologis.

Jembatan Barito merupakan simbol penghubung dua provinsi yang berada di atas Sungai Barito yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang kini tengah berada dalam krisis ekologis akut. Sungai Barito juga merupakan saksi bagaimana hutan hujan tropis Kalimantan mengalami deforestasi yang masif dari waktu ke waktu akibat berbagai macam aktivitas ekstraktif salah satunya pertambangan batubara.

Sungai Barito, yang sejak dahulu menjadi nadi kehidupan masyarakat lokal dan bentang ekologis penting, kini telah direduksi menjadi jalur logistik utama pengangkutan sumber daya alam yang dieksploitasi tanpa kendali. Ratusan tongkang batubara hilir-mudik setiap hari, membawa kekayaan bumi ke luar pulau, namun meninggalkan krisis lingkungan, konflik sosial, dan kerentanan bencana bagi masyarakat lokal.

Hasil pemantauan WALHI menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, deforestasi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah meningkat signifikan, seiring dengan perluasan konsesi pertambangan batubara. Kawasan hutan yang sebelumnya menjadi ruang hidup masyarakat adat dan sumber ketahanan ekologis kini berganti menjadi lubang-lubang tambang, jalan hauling, serta terminal batubara.

Peninggalan Bekas Lubang Tambang di Barito Timur. Doc: WALHI Kalimantan Tengah

Peninggalan Bekas Lubang Tambang di Barito Timur. Doc: WALHI Kalimantan Tengah

Tahun 2023 Kalsel mengalami deforestasi seluas 16.067 hektar sedangkan di Kalteng deforestasi juga terjadi lebih besar pada tahun 2023 dan 2024 mencapai total lebih dari 63.000 hektar berdasarkan laporan Auriga Nusantara, data tersebut menjadikan Kalimantan secara umum sebagai pulau dengan penyumbang deforestasi terluas se Indonesia.

Walhi Kalsel sendiri mencatat seluas 399 ribu hektar lahan telah dibebani izin pertambangan. Beban izin pertambangan ini juga mengancam kelestarian karst di Kalsel mencapai seluas 356 ribu hektar. Sementara di Kalteng luas perizinan batubara mencapai 1 juta hektar dan sebagian besar berada di DAS Barito, Sehingga beban perizinan industri ekstraktif tersebut juga secara langsung mengancam ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.

“Setiap batang kayu yang tumbang untuk tambang batubara adalah simbol kegagalan negara dalam melindungi rakyat dan lingkungan hidupnya,” tegas  Raden Rafiq, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan.

Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan, penegakan hukum dan kebijakan yang cenderung memihak kepada korporasi tambang. Di Kalimantan Tengah, pembiaran terhadap perluasan tambang bahkan menjangkau kawasan gambut dan sempadan sungai, yang semestinya menjadi kawasan lindung ekologis.

“Deforestasi tidak hanya menghancurkan hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya, tetapi juga mempercepat krisis iklim dan memperparah kerentanan masyarakat adat dan lokal terhadap bencana ekologis. Masyarakat adat dan lokal yang selama ini menjaga hutan justru dijadikan korban dalam skema pembangunan yang eksploitatif sumber daya alam. Pemerintah tidak hanya gagal melindungi mereka, tetapi seringkali justru berpihak pada kepentingan modal yang menyebabkan konflik agraria yang masif di Kalimantan Tengah ”  Bayu Herinata Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah”

Aksi susur sungai yang dilakukan oleh WALHI Kalteng dan WALHI Kalsel dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup (1/6) lalu.

Aksi susur sungai yang dilakukan oleh WALHI Kalteng dan WALHI Kalsel dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup (1/6) lalu.

Dalam aksi simbolik di atas Jembatan Barito, Walhi membentangkan spanduk bertuliskan “Hentikan Deforestasi, Tambang Merusakan Hutan, Sungai dan Masa Depan Masyarakat Adat, Transisi Energi Sekarang, Save Meratus #End Coal Now,”, sembari melakukan Susur Sungai Barito di sekitar kapal tongkang Batubara yang menjadi potret penghisapan sumber daya alam dan kondisi kerusakan lingkungan akibat tambang. Sungai Barito hari ini bukan hanya menjadi saksi bisu, tetapi juga korban dari sistem ekonomi ekstraktif yang menghancurkan daya dukung dan daya tampung lingkungan Kalimantan.

Narahubung:

081256650756

WALHI Kalteng 0813 4600 9070

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Ketika Sirine Berbunyi di Kampung Tou Ndao: Warga Belajar Bertindak Cepat Hadapi Cuaca Ekstrem

17 October 2025 - 20:11 WITA

Trending Post LINGKUNGAN dan KEBENCANAAN