Tulisan by: Viktor Ismail Sinlae
Saat kita masih mencari cara untuk menghidupkan kembali dunia sepakbola di kabupaten Rote Ndao, Flores Timur justru sudah jauh melangkah. Mereka bukan hanya rutin menggelar turnamen, tapi sudah menjalankan sistem Liga 1 dan Liga 2 lokal yang aktif dan terstruktur oleh Askab. Salah satu contoh, turnamen Riangduli Open yang masih berjalan saat ini dan liga liga 1 dan liga 2 Flores Timur yang terus menjadi perbincangan di media sosial. saya makin terkesan karena klub-klub yang bermain terdaftar oleh Askab Flores Timur secara baik.

Kompetisi di sana berjalan bukan sekadar untuk mencari juara, tapi jadi sarana pembinaan dan seleksi alami pemain lokal. Flores Timur bahkan sudah mengenal transfer pemain antarklub, sesuatu yang masih terdengar asing di sini, di bumi Nusa Lontar!
Sementara itu, kita di Rote masih jalan di tempat. Tidak ada kompetisi rutin, tidak ada proses pembinaan berkelanjutan, dan ketika turnamen besar datang, kita masih bingung mencari pemain. Akhirnya, pemain luar didatangkan, pemain lokal hanya jadi pelengkap, dan telah terbukti anak-anak negeri jadi CAMAT (Cadangan Mati) di klub kebanggaan mereka sendiri sehingga jangan heran jika kebanggaan daerah pun perlahan terkikis.
Baru-baru ini semua mata terkejut dengan Juara Baru ETMC 2025. Ya, Bintang Timur Atambua (BeTA) yang tak terkalahkan sepanjang Turnamen Liga 4 Zona NTT. BeTA bahkan menyabet semua penghargaan, ini terjadi pula pada edisi sebelumnya di ETMC Rote Ndao: Mereka mencetak rekor final beruntun dan top scorer beruntun! Bintang Timur Atambua adalah contoh nyata pengelolaan sepak bola yang serius di NTT.
Prestasi yang mereka peroleh bukan instan tetapi dari hasil kerja keras dan cinta untuk sepakbola. Di tengah minimnya infrastruktur dan perhatian untuk sepakbola di sebagian besar daerah NTT, BeTA muncul sebagai model klub profesional yang patut ditiru, baik dalam manajemen, pembinaan usia junior dan senior, maupun visi jangka panjang.
Yang membedakan BeTA bukan hanya soal prestasi, tapi komitmen mereka membangun fondasi yang kuat dari bawah. Akademi mereka sudah melahirkan banyak talenta muda yang bahkan dilirik oleh klub-klub besar nasional. mereka bahkan menjuarai turnamen bergensi di level provinsi dan nasional, Sebelum ETMC di Kupang mereka melakukan uji coba melawan timnas Timor Leste. Saya masih ingat ketika Bintang Timur Atambua sukses membantai Persija Jakarta dengan skor telak 3:1 di Nusantara Open 2022.
Ini menunjukkan bahwa BeTA tidak sekadar mencari hasil instan, tapi membangun masa depan sepakbola Belu dan NTT secara menyeluruh. Dari sisi manajemen BeTA ada Manager Serena Francis yang berhasil menunjukkan pada semua orang jika perempuan bisa mengurus sepakbola, BeTA menunjukkan bahwa klub sepakbola harus dikelola secara profesional. Ada struktur organisasi yang jelas, pelatih yang berkualitas, fasilitas latihan yang memadai, hingga kedisiplinan dalam administrasi.
Semua itu membuat mereka mampu bersaing di level Nasional dan Liga 4 serta Piala Soeratin, bahkan menjadi langganan dalam turnamen besar seperti ETMC. Mereka mencetak pemain sendiri, membangun karakter sendiri, dan mengangkat nama daerah sendiri.
Kita harus bertanya: Mau sampai kapan kita tertinggal? Jika Flores Timur dan Bintang Timur Atambua bisa melakukannya, mengapa kita di Rote tidak?
Sudah waktunya kita belajar dari mereka, bukan untuk sekadar meniru, tapi untuk membangun sistem yang sesuai dengan potensi dan karakter kabupaten kita. Karena satu hal yang pasti: bakat kita tidak kalah, yang kurang hanyalah wadah dan keberanian untuk membangun sistem. Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa, saya cuman penikmat sepakbola yang mau melihat sepakbola Rote Ndao terbang tinggi dalam bingkai semangat ITA ESA!
Salam Sportivitas!
(sumber : Fb Viktor Ismail Sinlae)
dimuat atas seijin Penulis