DEDEAK-SODAMOLEK.COM-Jakarta, Penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, pada Senin malam (1/9/2025) memantik sorotan publik. Aksi aparat kepolisian yang disebut janggal dan tergesa-gesa itu dinilai mengabaikan prosedur hukum sekaligus melanggar hak asasi manusia.

Delpedro ditangkap sekitar pukul 22.45 WIB di kantor Lokataru Foundation, Jakarta Timur, oleh delapan anggota kepolisian berpakaian hitam yang mengaku berasal dari Subdit II Keamanan Negara Polda Metro Jaya. Proses penjemputan dilakukan tanpa penjelasan memadai, minim transparansi, serta tanpa pendampingan hukum.
Penangkapan Sarat Kejanggalan
Menurut keterangan rekan dan pengacara, surat penangkapan yang diperlihatkan polisi tidak menjelaskan pasal-pasal yang dituduhkan. Selain itu, akses komunikasi dan pendampingan hukum untuk Delpedro turut dibatasi.
“Bahkan sebelum penetapan status tersangka dan penjelasan pasal, hak konstitusional dan hak asasi manusia Delpedro Marhaen dibatasi,” kata Haris Azhar, pendiri Lokataru Foundation.
Haris juga menuturkan adanya intimidasi saat Delpedro diminta berganti pakaian serta dugaan perusakan kamera CCTV di kantor Lokataru oleh aparat.
Tuduhan Polisi
Polda Metro Jaya menjerat Delpedro dengan sejumlah pasal, antara lain:
- Pasal 160 KUHP tentang penghasutan,
- Pasal 45A ayat (3) junto Pasal 28 ayat (3) UU ITE, serta
- Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak.
Polisi menuduh Delpedro menghasut pelajar untuk melakukan aksi anarkistis serta menyebarkan informasi bohong yang menimbulkan keresahan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan penangkapan dilakukan karena ajakan Delpedro dianggap bukan untuk demonstrasi damai, melainkan provokasi yang mengarah pada kerusuhan dan melibatkan anak di bawah umur.
Respons Organisasi Hak Sipil
Sejumlah organisasi hak asasi manusia menilai langkah aparat sebagai bentuk kriminalisasi terhadap aktivis HAM dan ancaman terhadap kebebasan sipil.
“Kalau seseorang belum ditetapkan sebagai tersangka, tidak boleh dilakukan penangkapan. Kami menilai ada tindakan sewenang-wenang yang dilakukan penyidik,” ujar Fadhil Alfathan, Pengacara Publik LBH Jakarta.
Lokataru Foundation, organisasi yang berdiri sejak Mei 2017 dan dikenal aktif dalam advokasi HAM, turut menyatakan bahwa kasus ini bukan hanya menyeret nama Delpedro, tetapi juga berpotensi melemahkan peran lembaga dalam memperjuangkan demokrasi dan hak-hak warga.
Kronologi Penangkapan
Senin, 1 September 2025
- 22.32 WIB: Seorang saksi, Bilal, mendengar ketukan di gerbang kantor Lokataru Foundation, Jalan Kunci, Kayu Putih, Jakarta Timur.
- Sekitar 10 orang berpakaian hitam yang mengaku dari Polda Metro Jaya menanyakan keberadaan Delpedro.
- Delpedro menjawab dari ruang belakang, lalu diperlihatkan selembar kertas berwarna kuning disebut sebagai surat penangkapan, namun isi tidak dijelaskan.
- Polisi menyebut adanya ancaman pidana lima tahun serta rencana penyitaan barang bukti seperti laptop.
- Delpedro dibawa menggunakan mobil Suzuki Ertiga hitam, dikawal enam mobil lainnya. Proses penangkapan berlangsung tergesa-gesa, disaksikan satpam dan rekan-rekannya.
- Menurut LBH Jakarta, tidak ada kekerasan fisik, tetapi penangkapan dianggap janggal karena dilakukan sebelum status tersangka diumumkan.
- Delpedro kemudian dibawa ke Unit II Keamanan Negara, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Selasa, 2 September 2025
- Kabid Humas Polda Metro Jaya menyampaikan bahwa Delpedro ditangkap atas dugaan penghasutan pelajar untuk melakukan aksi anarkistis.
- Haris Azhar menyatakan penangkapan dilakukan tanpa penjelasan pasal-pasal yang dituduhkan, bahkan akses komunikasi Delpedro dibatasi.
- Polisi juga disebut merusak kamera CCTV di kantor Lokataru Foundation, yang berpotensi menghilangkan bukti proses penangkapan.
- Lokataru Foundation menegaskan penangkapan ini merupakan bentuk kriminalisasi aktivis HAM serta ancaman terhadap kebebasan sipil dan demokrasi di Indonesia.









